Rindu…
Tidak ada kata lain yang bisa menggantikan perasaan saya
saat ini. Ya, rindu sama Bapak. Benar kata Dilan, rindu itu berat. Sudah
setahun pas Bapak meninggalkan kami. Berarti tepat tahun lalu saya merasakan
patah hati paling besar. Merasakan kehilangan yang sangat sangat kehilangan.
--- Kala itu ---
Ujian Tengah Semester sedang berlangsung. Waktu itu sekitar
bulan Maret 2017. Iseng-iseng telfon bapak kalua UTS tahun itu ada jeda sekitar
seminggu dan mau rasa nya pulang ke Makassar. Tidak sesuai ekpektasi saya,
langsung di IYAKAN! Waktu seminggu di Makassar waktu itu tidak saya buang2
begitu saja. Entah kenapa setiap teman saya mengajak keluar saya menolak dan
memilih untuk dirumah terus. Keluar jalan-jalan hanya kalau temani bapak/mama
keluar. Benar-benar jadi anak rumahan waktu itu, tidak seperti biasanya.
Kemudian kembali kuliah..
Ujian Akhir Semester sekitar bulan Juni pun tiba, waktu itu
lagi bulan Ramadhan. Ya nama nya perantau rindu suasana puasa di rumah. Minggu
ketiga puasa ketika seluruh urusan kampus selesai langsung cusss terbang ke
Makassar. Kumpul lengkap keluarga berlima waktu itu. Lebaran tahun itu kita
memutuskan untuk lebaran di kampung. Entah kenapa selama perjalanan ke kampung
di mobil sangat adem, ketawa bahkan selfi bareng. Tidak seperti biasa nya..
Sehari sebelum lebaran tidak seperti biasanya bapak mengajak
untuk siarah kubur ke kuburan nenek waktu itu. It’s a first time for him.
Karena yang lain pada sibuk, cuma saya dan bapak yang berangkat ke kuburan. Di
gang kecil menuju kuburan bapak angkat bicara mengomentari jalanan “bagus tawwa
jalannya, gampang mi masuk kalau ada yg meninggal nanti”. Firasat aneh tidak
ada sedikit pun waktu itu.
Hari lebaran kami penuh dengan foto-foto. Bisa dibilang foto
lebaran bareng terbanyak waktu itu disbanding lebaran biasanya.
Pulang ke Makassar masih lanjut family time. Untuk pertama
kalinya kita mengadakan futsal keluarga. Om om dan sepupu sepupu kumpul. Sampai
3x kali waktu itu sebelum saya dan beberapa sepupu balik ke perantauan masing-masing.
Oh iya, ada kejadian unik juga waktu itu. Untuk pertama kalinya bapak berani
saya setirin dari tempat futsal sampai parker ke garasi rumah. Padahal dia
paling takut kalau saya bawa mobil. Sampai dirumah dia juga ngasih 2 baju nya
yang sering dia pakai entah kenapa..
Tiba waktunya pulang ke Malang, waktu itu bapak yang antar
ke bandara seperti biasanya. Mampir beli alat mandi buat di kostan, hari itu
juga bapak baik sekali yang membebaskan saya ambil apapun di mini market wkwk.
Kembali lah di Malang, waktu itu balik cepat karena ada kewajiban kepanitiaan
RAJA Brawijaya (ospek kampus) dan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ Nasional).
Malam keempat di Malang saya mendapat telfon dari bapak. Waktu itu dia
malam-malam sekitar jam 11 malam. DIa nanya “Aplikasi apa lagi kalau mau lihat
posisi pesawat sekarang?”. Sempat ketawa waktu itu karena percakapan waktu itu
saya anggap biasa. Berapa menit kemudian dia nelfon lagi minta diajar step by
step gunakan aplikasi itu. Waktu itu bapak mau nge cek posisi pesawat mama saya
yang terbang dari Jakarta ke makassar. Andai saya tau kalau percakapan malam
itu adalah percakapan terakhir saya dengan bapak L
2 hari kemudian, saya baru bangun sekitar jam 10 pagi karena
habis sholat subuh lanjut tidur lagi. Telfon dari tante saya yang membangunkan
saya waktu itu. Ternyata telfon tersebut badnews buat saya. Waktu itu untuk
pertama kalinya saya mendengar kabar kalau bapak masuk rumah sakit. Kabar yang
sangat membuat down bagi saya karena saya tau kalau bapak termasuk orang yang
sangat amat jarang masuk rumah sakit. Seketika ingin pulang tapi kata
orang-orang disana hanya sakit biasa jadi saya agak tenang waktu itu. Sehari
itu saya full di kampus rapat dan pulang ke kost langsung tidur. Besok nya saya
hanya menanyakan kabar bapak saja dan lagi-lagi mereka bilang baik-baik saja.
Sampai akhirnya kakak saya mengirimkan foto bapak saya. Waktu itu shock
seketika karena keadaan bapak saya di foto itu sangat lemas dan sangat beda
seperti biasanya. Hancur. Lemas. Saya cuma bisa duduk sendiri di kamar kost
sambil menangis. Hingga sore saya hanya duduk menangis ingin pulang. Ya saya
cengeng. Soalnya baru kali ini liat bapak selemas itu. Sore hari nya saya
mendapat telfon untuk membeli tiket pesawat pulang ke Makassar besoknya. Hati
saya agak tenang karena bisa pulang. Setelah sholat magrib saya mendapat telfon
kembali untuk segera ke bandara malam itu juga dan mencari tiket pulang malam
itu juga. Perasaan saya sudah hancur karena saya tau ada sesuatu yang aneh
terjadi ke bapak saya sampai harus terburu-buru pulang padahal saya sudah punya
tiket pulang untuk hari esoknya.
Sampai lah di Makassar, tangis semakin pecah karena saya
melihat langsung keadaan bapak yang sangat jauh dari ekspektasi saya. Bapak
sudah tidak bisa bekomunikasi dengan kita. Saya datang pun ingin berbicara
tidak bisa. Malam itu saya hanya memegang tangannya hingga pagi sampai dia
masuk ruang operasi. Selanjutnya tiap malam saya kebagian tugas menjaga sampai
pagi kalau dia terbangun. Setiap malam berusaha komunikasi dengan bapak tapi
dia hanya menjawab ngawur dan tidak mengenali saya. Ya kondisi nya waktu itu
pembuluh darahnya sudah pecah sampai nyebar ke otak jadi otaknya terganggu.
Sampai saya juga ikut sakit karena begadang tiap hari. Hari kamis dan jumat
atau hari ke 4 bapak di RS, sempat sadar dan mengenali beberapa orang termasuk
temannya dan adik saya. Saya tidak dikenali L
cuma sempat dia manggil nama saya meminta saya memasukkan motor ke dalam rumah.
Ya dia sedang halu. Tidak sadar. Sabtu pagi bapak tidak bangun-bangun dari
tidurnya. Waktu itu saya tinggal sebentar ke acara nikahan sepupu saya. Setelah
itu saya kembali tapi dia tidak bangun-bangun juga. Malam itu selama saya
menjaga dia sama sekali tidak bangun, padahal biasanya selalu bangun tengah
malam ingin duduk. Sampai minggu pagi jam 10 tidak bangun juga akhirnya dokter
memeriksa dan hasilnya kami disuruh untuk membacakan doa-doa saja karena
kesadaran bapak saya sudah semakin menurun. SEDIH RASANYA KALAU INGAT MOMEN
ITU. Hingga pukul 4 sore akhirnya dokter memutuskan untuk memindahkannya ke
ruangan isolasi agar tidak terganggu dengan penjenguk yang sangat banyak waktu
itu. Pukul 6 sore kita semua disuruh keluar karena tidak boleh lagi kita masuk
ke dalam ruangan itu bahkan satu orang pun. Mama dan beberapa keluarga lainnya
kembali ke kamar untuk istirahat sedangkan saya menjaga didepan ruangan isolasi
tersebut jaga-jaga ada dokter yang nyari keluarga pasien. Hingga pukul 01.30
saya dipanggil dokter untuk masuk ke ruangan dan melihat kondisi bapak sangat kritis.
Hati sudah mulai mencoba mengiklaskan bapak pergi dengan tenang. Pikiran saya
sudah campur aduk. Saya berpikir bagaimana kehidupan saya selanjutnya kalau
tanpa bapak. Air mata semua keluarga tidak ada yang terbendung sama sekali.
Puncaknya ketika saya dan mama menuntun membacakan shalawat dan tepat pukul
2.30 bapak meninggalkan kami semua. Seketika saya lemas tidak bisa apa-apa.
Hanya menangis dan terus berusaha menenangkan diri dan menenagkan mama serta
kakak dan adik saya. Sambil sesekali melihat bapak yang sudah kaku tak bernyawa
yang membuat saya terus menangis. HANCUR. BENAR BENAR HANCUR SAAT ITU. Tapi
saya terus berusaha mengiklaskan. Sampai akhirnya kami semua mengantar ke
tempat peristirahatan terakhirnya dan itu menjadi terakhir kalinya saya melihat
Ayah saya Ya, setahun yang lalu.
Saya yakin sekarang bapak bisa melihat saya dan mendengar
saya. Saya hanya ingin bilang kalau saya rindu dan mau sekali peluk bapak.
Menyesal tidak pernah melakukan itu waktu bapak masih hidup. Jujur terlalu
cepat. Saya belum siap. Tapi saya tidak boleh lemah. Saya punya masa depa yang
bisa saya perjuangkan untuk membuat bapak bahagia di alam sana melihat saya!
Ya Allah berikanlah bapak saya tempat yang paling mulia di
sisi mu. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar